Hukum Sholat Jumat Online Atau Virtual





TANYA JAWAB FIQIH & AQIDAH


Sail :@fulan

Deskripsi masalah

Assalamu alaikum

Dimasa pandemi ini sering kita temui cara shalat berjema'ah berbeda dengan sebelumnya ketika belum ada pandemi dimana salah satunya adalah tentang shalat jum'at yang mana hal tersebut dilakukan secara virtual

Pertanyaan :

Bagaimana hukum sholat jum'at menggunakan zoom virtual, khotib/imam dimana dan ma'mum ada dimana secara terpisah ?

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Jawaban :

Wa alaikum salam

Yang harus diingat bahwa shalat Jumat harus dilaksanakan secara berjamaah. Persoalannya terletak antara lain di sini. Menurut kami, sejauh prinsip shalat berjamaah terpenuhi, maka shalat Jumat dengan live streaming via media sosial atau media arus utama seperti stasiun radio dapat menjadi alternatif pelaksanaan shalat Jumat di tengah pencegahan Covid-19.

Ulama menggambarkan setidaknya tiga posisi imam dan makmum dalam shalat berjamaah. Pertama, keduanya berada di dalam bangunan yang sama, yaitu masjid. Kedua, keduanya berada di tanah terbuka. Ketiga, imam berada di masjid. Sedangkan makmum berada di luar masjid. Pada poin ketiga ini
ulama berbeda pendapat.

Syafi’iyah membuat ketentuan lebih rinci perihal poin ketiga. Mereka menyatakan bahwa jarak antara imam dan makmum tidak melebihi 300 hasta dan tidak boleh terhalang oleh apapun. Artinya, dalam konteks ini, makmum harus mengikuti siaran live streaming imam/khatib yang disiarkan dari masjid terdekat tanpa terhalang oleh apapun.


Mazhab Syafi’i menghitung jarak antara imam dan makmum tidak melebihi 300 hasta kurang lebih berdasarkan urf (lebih tiga hasta masih boleh), yang terhitung dari akhir shaf di masjid, akhir masjid, atau pekarangan netral antara masjid lahan mati.

Mazhab Syafi'i menyatakan tidak sah shalat Jumat di mana sesuatu menghalangi imam di masjid dan makmum di rumah.

Sementara Imam Atha tidak mempermasalahkan jarak antara imam dan makmum. Menurutnya, shalat berjamaah (dan Jumat) tetap sah meski kedua berjarak satu mil bahkan lebih sejauh makmum mengetahui gerakan imam.

(Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’, Syarhul Muhadzdzab, [Beirut, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz IV, halaman 182).

Adapun Imam Malik mengatakan bahwa shalat berjamaah keduanya sah, kecuali shalat Jumat. Sedangkan Imam Abu Hanifah menyatakan pelaksanaan shalat imam dan makmum tetap sah baik shalat berjamaah maupun shalat Jumat.


لو صلى في دار أو نحوها بصلاة الامام في المسجد بينهما حائل لم يصح عندنا وبه قال احمد وقال مالك تصح إلا في الجمعة وقال أبو حنيفة تصح مطلقا


Artinya, “Jika seseorang melakukan shalat di rumah atau sejenisnya dengan mengikuti shalat imam di masjid–sementara keduanya terhalang oleh sesuatu–maka shalatnya tidak sah menurut kami (mazhab Syafi’i). Imam Ahmad juga memiliki pendapat yang sama. Menurut Imam Malik, pelaksanaan shalat berjamaah seperti ini sah kecuali pada shalat Jumat. Tetapi bagi Abu Hanifah, pelaksanaan shalat seperti ini sah secara mutlak (baik shalat Jumat maupun berjamaah),”


(An-Nawawi, 2010 M: IV/182)


Jika mengikuti pandangan ulama Syafi'iyyah serta Ahmad bin Hanbal dengan catatan tanpa penghalang; dan pandangan Imam Abu Hanifah yang menyatakan sah pelaksanaan shalat Jumat di mana imam di masjid dan makmum di rumah, maka poin yang perlu diperhatikan dalam shalat Jumat dengan live streaming atau siaran langsung via media sosial adalah soal pengetahuan makmum atas gerakan imam. Ini sangat krusial dalam pelaksanaan shalat Jumat yang mengharuskan berjamaah karena adanya ketentuan di mana makmum tidak boleh tertinggal dari imam beberapa rukun fi’li atau gerakan imam.


الشرط الثاني العلم بالأفعال الظاهرة من صلاة الامام وهذا لا بد منه نص عليه الشافعي واتفق عليه الأصحاب ثم العلم قد يكون بمشاهدة الامام أو مشاهدة بعض الصفوف وقد يكون بسماع صوت الامام أو صوت المترجم في حق الأعمى والبصير الذي لا يشاهد لظلمة أو غيرها وقد يكون بهداية غيره إذا كان أعمى أو أصم في ظلمة


Artinya, “Syarat kedua adalah mengetahui gerakan fisik pada shalat imam. Tentu ini tidak boleh tidak, sebagaimana nash As-Syafi’i dan disepakati ashab. Lalu, pengetahuan (atas gerakan imam) dapat terjadi dengan menyaksikan imam atau menyaksikan sebagian shaf. Pengetahuan juga dapat terjadi dengan mendengarkan suara imam atau suara penerjemah bagi jamaah disabilitas netra/jamaah yang melihat tetapi tidak dapat menyaksikan karena faktor gelap atau faktor lainnya. Ia dapat terjadi dengan petunjuk lainnya bila jamaah penyandang disabilitas netra atau disabilitas rungu di kegelapan,”


(Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz I, halaman 357

Wallaahu A’lamu Bis Showaab
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

TIM MUSYAWIRIN

MUSHOHIH

Ustadz Hosiyanto Ilyas S.Pd.I.
Ustadz Abdha' Mukhtar S.H.
Ustadz Adul Hadi
Ustad Iman Abdulloh El Rashied Mahasiswa Mukala Hadramaut Yaman

PENULIS DAN PERUMUS REDAKSI

Ustadz Saifuddin

PENANGGUNG JAWAB

Uztadzah Hj Dinda Dzulaeha





Komentar

POPULAR POST

Apakah Batalkah Puasa orang yg Berasa mau Muntah

APAKAH TAKDIR BISA DI RUBAH??

Hukum Menunda Penguburan Jenazah

Jumlah Rakaat Sholat Sunat Rawatib

Hukum Busana muslimah Yg Harus Di Hindari

Hukum Mengganti Nama Yg lebih Baik Menurut islam

Hukum Cinta Menurut Islam

HUKUM MEMOTONG KUKU DAN RAMBUT DALAM KEADAAN HAID

Dengan Tiga Hal Cita-Cita Dapat Diraih