Boleh Dua Jumatan Dalam Satu Desa??
TANYA JAWAB FIQIH & AQIDAH
Sail : @+62 857-9062-1325
Deskripsi masalah
Disuatu daerah fulan masih bertanya tanya dalam hatinya tentang shalat jum'at karena kurang fahamnya dia dengan adanya dua shalat jum'at yang didirikan dikampung nya
Pertanyaan :
Assalamu alaikum
Apa hukum sholat jum'at didusun/kampung ada dua sholat jum'at (tempat) ?
Terimakasih
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Jawaban :
Wa'alaikumusalam warohmatullohi wa barakatuh
Mengenai pendirian shalat Jumat lebih dari satu dalam satu desa, atau lebih dikenal dengan ta’addud al-jumat (berbilangnya Jumat). dua jumatan dalam satu desa
Dalam permasalahan ini terdapat tiga pendapat sebagai berikut:
Pendapat pertama, yaitu pendapat yang kuat dalam madzhab Syafi’i, dua jumatan dalam satu desa tidak diperbolehkan kecuali ada hajat.
Pendapat ini bertendensi bahwa Nabi dan khulafa’ al-Rasyidin setelahnya tidak menjalankan Jumat kecuali dalam satu tempat. Nabi sendiri memerintahkan agar umatnya melakukan shalat sebagaimana shalat beliau.
Syekh abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair al-‘Umrani mengatakan:
دليلنا أن النبي - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - والخلفاء من بعده، ما أقاموا الجمعة إلا في موضع واحدٍ، وقد قال النبي - صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -: «صلوا كما رأيتموني أصلي».
“Dalil kita adalah bahwa Nabi dan para khalifah setelahnya tidak mendirikan Jumat kecuali dalam satu tempat, dan sesungguhnya Nabi bersabda, shalatlah sebagaimana kalian melihat caraku melakukan shalat.”
(Syekh Abu al-Husain Yahya bin Abi al-Khair al-‘Umrani, al-Bayan, juz 2, halaman 620).
Kesimpulan dari statemen para imam, sebab-sebab diperbolehkannya berbilangnya jumat ada tiga :
Pertama, sempitnya tempat shalat, dengan sekira tidak dapat menampung jamaah jumat menurut keumumannya.
Kedua, pertikaian di antara kedua kubu sesuai dengan syaratnya.
Ketiga, jauhnya sisi desa, dengan sekira berada pada tempat yang tidak terdengar adzan atau di tempat yang seandainya seseorang keluar dari tempat tersebut setelah fajar, ia tidak akan menemui jumat, sebab tidak wajib baginya menuju tempat jumat, kecuali setelah terbit fajar subuh.”
(Sayyid Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur, Bughyah al-Mustarsyidin, Beirut, Dar al-Fikr, 1995, halaman 51)
Pendapat ketiga, versi Syekh Isma’il Zain diperbolehkan asalkan jamaah tidak kurang dari 40 orang di masing-masing tempat.
Dalam fatwanya, Syekh Isma’il al-Zain mengatakan:
مسألة - ما قولكم في تعدد الجمعة في بلدة واحدة أو قرية واحدة مع تحقق العدد المعتبر في كل مسجد من مساجدها فهل تصح جمعة الجميع أو فيه تفصيل فيما يظهر لكم ؟ (الجواب) أما مسألة تعدد الجمعة فالظاهر جواز ذلك مطلقا بشرط أن لا ينقص عدد كل عن أربعين رجلا فإن نقص عن ذلك إنضموا إلى أقرب جمعة إليهم إذ لم ينقل عن النبي (أنه جمع بأقل من ذلك وكذلك سلف الصالح من بعده) والقول بعدم الجواز إلا عند تعذر الاجتماع في مكان واحد ليس عليه دليل صريح ولا ما يقرب من الصريح لا نصا ولا شبهه بل أن سر مقصود الشرع هو في إظهار الشعار في ذلك اليوم وأن ترفع الأصوات على المنابر بالدعوة إلى الله والنصح للمسلمين فكلما كانت المنابر أكثر كانت الشعارات أظهر وتبارزت عزة دين الإسلام في آن واحد في أماكن متعدد إذا كان كل مسجد عامرا بأربعين فأكثر هذا هو الظاهر لي والله ولى التوفيق اهـ “
Sebuah permasalahan, apa pendapat anda mengenai berbilangnya jumat dalam satu desa ketika sudah terpenuhinya jumlah minimal jamaah jumat di setiap masjidnya?. Apakah sah jumat mereka atau ada perincian? Beliau menjawab, permasalahan berbilangnya jumat, pendapat yang jelas menurutku adalah diperbolehkan secara mutlak dengan syarat jumlah jamaah masing-masing jumat tidak kurang dari 40 laki-laki, apabila kurang dari jumlah tersebut, maka harus dikumpulkan dengan tempat jumat terdekat, sebab tidak pernah dikutip dari Nabi dan salaf al-Shalih setelahnya bahwa Jumat kurang dari jumlah tersebut. Adapun pendapat yang tidak memperbolehkan berbilangnya jumat dalam satu tempat kecuali saat sulitnya berkumpul, tidak memiliki dalil yang tegas bahkan yang mendekati tegaspun tidak ada, baik berupa dalil nash atau yang serupanya. Bahkan rahasia dari maksud syariat berada pada memperlihatkan syiar Islam pada hari jumat tersebut dan suara-suara dinyaringkan di atas mimbar-mimbar dengan mengajak kepada Allah dan memberi nasehat kepada kaum muslimin. Saat mimbar-mimbar semakin banyak, niscaya syi’ar-syi’ar Islam semakin tampak dan kemuliaan agama Islam terlihat jelas dalam satu waktu di beberapa tempat apabila setiap masjid diramaikan dengan 40 jamaah atau lebih. Inilah pendapat yang jelas menurutku”.
(Syekh Isma’il al-Zain, Qurrah al-‘Ain bi Fatawa Isma’il al-Zain, halaman 83).
Wa llahu alam Bhis Showab
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
TIM MUSYAWIRIN
MUSHOHIH
Ustadz Hosiyanto Ilyas S.Pd.I.
Ustadz Abdha' Mukhtar S.H.
Ustadz Adul Hadi
Ustad Iman Abdulloh El Rashied Mahasiswa Mukala Hadramaut Yaman
PENULIS DAN PERUMUS REDAKSI
Ustadz Saifuddin
PENANGGUNG JAWAB
Uztadzah Hj Dinda Dzulaeha
Komentar