HUKUM MENERIMA HADIAH DARI ORANG KAFIR
TANYA JAWAB FIQIH & AQIDAH
Sail : @Al~Akhy
Assalamualaikum
Deskripsi masalah
Dikisahkan ada dua orang yang sangat akrab namun berbeda agama sebut saja robet (non muslim) dan sedangkan wahyu (muslim) pada suatu hari si robet memberikan hadiah kepada si wahyu karena wahyu adalah temannya yang baik dimata robet.
Oleh sebab itulah robet ketika dapat rejeki banyak ia memberi hadiah kepada wahyu.
Pertanyaan :
Bagaimana hukum menerima hadiah dari si kafir ?
Dan bagaimana amal kebaikanya tersebut kelak disisi ALLAH ?
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Jawaban :
عن علي قال، ان كسرى اهدى الى رسول الله صلى الله عليه وسلم هدية منه وان الملوك اهدوا اليه.
Dari 'Ali, ia berkata, sesungguhnya kisra memberi hadiah kepada Nabi saw dan raja-raja lain juga memberi hadiah kepada beliau dan beliau menerima hadiah tersebut dari mereka.
(HR. Tirmidzi).
Memberikan hadiah. Pada dasarnya hukum memberikan hadiah adalah sunnah, karena hadiah bisa memberikan efek positif. Yaitu menumbuhkan welas-asih dan menjauhkan permusuhan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh al-Qurthubi
. اَلْهَدِيَّةُ مَنْدُوبٌ إِلَيْهَا، وَهِيَ مِمَّا تُوْرِثُ الْمَوَدَّةَ وَتُذْهِبُ الْعَدَاوَةَ، رَوَى مَالِكٌ عَنْ عَطَاءِ بْنِ عَبْدِ اللهِ الخُرَاسَانِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَصَافَحُوا يَذْهَبْ الْغِلُّ وَتَهَادَوْا تَحَابُّوا وَتَذْهَبْ
“Hukum hadiah itu disunnahkan, dan hadiah itu bisa mewariskan kasih sayang dan menghilangkan permusuhan. Imam Malik telah meriwayatkan dari ‘Atha` bin Abdillah al-Khurasani, ia berkata, bahwa Rasulullah saw telah bersabda, Hendaknya kalian saling bersalaman maka kedengkian akan sirna, dan hendaknya kalian saling memberi hadiah maka kalian akan saling menyayangi satu sama lainnya dan permusuhan akan sirna
Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur`an, Kairo-Dar al-Kutub al-Mishriyyah, cet ke-2, 1384 H/1964 M, juz, 13, h. 199).
Sampai disini sebenarnya tidak ada persoalan. Namun kemudian muncul persoalan sebagaimana pertanyaan di atas. Yaitu, bagaimana jika yang memberikan hadiah adalah orang non-muslim ?
Imam Bukhari pakar hadits terkemuka dan hadits riwayatnya diakui paling shahih di antara riwayat-riwayat ahli hadits yang lainya, dalam kitab Shahih-nya menulis bab khusus mengenai qabul al-hadiyah min al-musyrikink (kebolehan menerima hadiah dari non muslim). Dalam bab ini Imam Bukhari menyuguhkan beberapa hadits yang menunjukkan kebolehan menerima hadiah dari non-muslim. Di antaranya adalah:
وَقَالَ سَعِيدٌ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسٍ إِنَّ أُكَيْدِرَ دُومَةَ أَهْدَى إِلَى النَّبِىِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ --رواه البخاري “
Said berkata, dari Qatadah dari Anas ra, sesungguhnya Ukaidira Dumah pernah memberikan hadiah kepada Nabi saw”.
(HR. Bukhari).
Hadits lain yang juga bisa dijadikan dasar hukum kebolehan menerima hadiah dari orang non-muslim adalah hadits riwayat at-Tirmidzi yang mengisahkan bahwa Salman al-Farisi pernah memberikan hadiah kepada Rasulullah saw berupa ruthab (kurma basah). Pada saat Salman al-Farisi memberikan hadiah tersebut, ia belum masuk Islam. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh
Zainuddin al-‘Iraqi:
وَفِيهِ قَبُولُ هَدِيَّةِ الْكَافِرِ فَإِنَّ سَلْمَانَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ لَمْ يَكُنْ أَسْلَمَ إذْ ذَاكَ وَإِنَّمَا أَسْلَمَ بَعْدَ اسْتِيعَابِ الْعَلَامَاتِ الثَّلَاثِ الَّتِي كَانَ عَلِمَهَا مِنْ عَلَامَاتِ النُّبُوَّةِ وَهِيَ امْتِنَاعُهُ مِنْ الصَّدَقَةِ ، وَأَكْلُهُ لِلْهَدِيَّةِ وَخَاتَمُ النُّبُوَّةِ وَإِنَّمَا رَأَى خَاتَمَ النُّبُوَّةِ بَعْدَ قَبُولِ “
Di dalam hadits tersebut mengandung pengertian kebolehan menerima hadiah dari orang kafir. Sebab, Salman al-Farisi ketika memberikan hadiah kepada Rasulullah saw belum masuk Islam. Ia masuk Islam setelah mengentahui tiga tanda kenabian yaitu penolakan Rasulullah saw terhadap shadaqah (zakat), memakan hadiah, dan khatam an-nubuwwah. Hanya saja Salman al-Farisi ra melihat khatam an-nubuwwah setelah Rasulullah saw menerima hadiahnya”.
(Zainuddin al-‘Iraqi, Tharh at-Tatsrib fi Syrah at-Taqrib, Bairut-Mu`assah at-Tarikh al-‘Arabi, tt, juz, 4, h. 40).
Penjelasan singkat ini jika ditarik ke dalam kontesk pertanyaan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum menerima dari orang non-muslim adalah boleh
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
MENGENAI AMAL SHOLEH YANG DIPERBUAT OLEH ORANG NON MUSLIM
Tafsir Ibnu Katsir QS. Al-Furqon Ayat : 23
﴿ وَقَدِمْنَآ إِلَىٰ مَا عَمِلُوا۟ مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَٰهُ هَبَآءً مَّنثُورًا ﴾
وقوله تعالى : ( وقدمنا إلى ما عملوا من عمل فجعلناه هباء منثورا ) ، وهذا يوم القيامة ، حين يحاسب الله العباد على ما عملوه من خير وشر ، فأخبر أنه لا يتحصل لهؤلاء المشركين من الأعمال - التي ظنوا أنها منجاة لهم - شيء; وذلك لأنها فقدت الشرط الشرعي ، إما الإخلاص فيها ، وإما المتابعة لشرع الله . فكل عمل لا يكون خالصا وعلى الشريعة المرضية ، فهو باطل . فأعمال الكفار لا تخلو من واحد من هذين ، وقد تجمعهما معا ، فتكون أبعد من القبول حينئذ; ولهذا قال تعالى : ( وقدمنا إلى ما عملوا من عمل فجعلناه هباء منثورا ) .
قال مجاهد ، والثوري : ( وقدمنا ) أي : عمدنا .
وقال السدي : ( قدمنا ) : عمدنا . وبعضهم يقول : أتينا عليه .
وقوله : ( فجعلناه هباء منثورا ) قال سفيان الثوري ، عن أبي إسحاق ، عن الحارث ، عن علي ، رضي الله عنه ، في قوله : ( [ فجعلناه ] هباء منثورا ) ، قال : شعاع الشمس إذا دخل في الكوة . وكذا روي من غير هذا الوجه عن علي . وروي مثله عن ابن عباس ، ومجاهد ، وعكرمة ، وسعيد بن جبير ، والسدي ، والضحاك ، وغيرهم . وكذا قال الحسن البصري : هو الشعاع في كوة أحدهم ، ولو ذهب يقبض عليه لم يستطع .
وقال علي بن أبي طلحة ، عن ابن عباس : ( هباء منثورا ) قال : هو الماء المهراق .
وقال أبو الأحوص ، عن أبي إسحاق ، عن الحارث ، عن علي : ( هباء منثورا ) قال : الهباء رهج الدواب . وروي مثله عن ابن عباس أيضا ، والضحاك ، وقاله عبد الرحمن بن زيد بن أسلم .
وقال قتادة في قوله : ( هباء منثورا ) قال : أما رأيت يبيس الشجر إذا ذرته الريح؟ فهو ذلك الورق .
وقال عبد الله بن وهب : أخبرني عاصم بن حكيم ، عن أبي سريع الطائي ، عن يعلى بن عبيد قال : وإن الهباء الرماد .
وحاصل هذه الأقوال التنبيه على مضمون الآية ، وذلك أنهم عملوا أعمالا اعتقدوا أنها شيء ، فلما عرضت على الملك الحكيم العدل الذي لا يجور ولا يظلم أحدا ، إذا إنها لا شيء بالكلية . وشبهت في ذلك بالشيء التافه الحقير المتفرق ، الذي لا يقدر منه صاحبه على شيء بالكلية ، كما قال الله تعالى : ( مثل الذين كفروا بربهم أعمالهم كرماد اشتدت به الريح في يوم عاصف لا يقدرون مما كسبوا على شيء ذلك هو الضلال البعيد ) [ إبراهيم : 18 ] وقال تعالى : ( يا أيها الذين آمنوا لا تبطلوا صدقاتكم بالمن والأذى كالذي ينفق ماله رئاء الناس ولا يؤمن بالله واليوم الآخر فمثله كمثل صفوان عليه تراب فأصابه وابل فتركه صلدا لا يقدرون على شيء مما كسبوا ) [ البقرة : 264 ] وقال تعالى : ( والذين كفروا أعمالهم كسراب بقيعة يحسبه الظمآن ماء حتى إذا جاءه لم يجده شيئا ) [ النور : 39 ] وتقدم الكلام على تفسير ذلك ، ولله الحمد والمنة .
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا}
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan
(Q.S.Al-Furqan: 23).
Ini terjadi pada hari kiamat di saat Allah menghisab amal perbuatan yang telah dilakukan oleh semua hamba, amal yang baik dan amal yang buruk. Maka Allah memberitahukan bahwa orang-orang musyrik itu tidak akan memperoleh sesuatu imbalan pun dari amal-amal perbuatan yang telah mereka lakukan, padahal mereka menduga bahwa amal perbuatannya itu dapat menyelamatkan diri mereka. Demikian itu karena amal perbuatannya tidak memenuhi syarat yang diakui oleh syariat, yaitu ikhlas dalam beramal karena Allah atau mengikuti syariat Allah. Setiap amal perbuatan yang dilakukan tidak secara ikhlas dan tidak sesuai dengan tuntunan syariat yang diridai adalah batil. Amal perbuatan orang-orang kafir itu tidak memenuhi salah satu dari kedua syarat tersebut, dan adakalanya kedua syarat tersebut tidak terpenuhi sehingga lebih jauh dari diterima. Untuk itu.Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kamijadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.
(Q.S.Al-Furqan: 23)
Mujahid dan As'-Sauri mengatakan bahwa makna qadimna ialah Kami hadapi. Hal yang sama dikatakan oleh As-Saddi, sedangkan sebagian lain ada yang mengatakannya 'Kami datangi'.
Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا}
lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang beterbangan.
(Q.S.Al-Furqan: 23)
Sufyan As-Sauri mengatakan dari Abu Ishaq, dari Al-Haris, dari Ali Radhiyallahu Anhu sehubungan dengan makna firman-Nya: debu yang beterbangan.
(Q.S.Al-Furqan: 23)
Yaitu sinar matahari apabila memasuki sebuah lubang dinding.
Hal yang sama diriwayatkan dari perawi lainnya yang bukan hanya seorang, dari Ali Radhiyallahu Anhu Hal yang semisal diriwayatkan-pula dari Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Sa'id Ibnu Jubair, As-Saddi, Ad-Dahhak, dan lain-lainnya.
Hal yang sama dikatakan oleh Al-Hasan Al-Basri, yaitu sinar matahari yang memasuki lubang dinding rumah seseorang di antara kalian; seandainya dia meraupkan tangannya pada sinar itu, ia tidak dapat menangkapnya.
Ali ibnu AbuTalhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: debu yang beterbangan.
(Q.S.Al-Furqan: 23)
Yang dimaksud ialah air yang ditumpahkan.
Abul Ahwas meriwayatkan dari Abu Ishaq. dari Al-Haris, dari Ali, “haba 'amansuran" bahwa makna al-haba ialah laratnya hewan. Hal yang semisal diriwayatkan pula oleh Ibnu Abbas dan Ad-Dahhak, juga dikatakan oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: debu yang beterbangan.
(Q.S. Al-Furqan: 23)
Tidakkah engkau melihat pohon yang kering bila tertiup angin ?
Makna yang dimaksud adalah seperti dedaunannya yang berguguran itu.
Abdullah Ibnu Wahb mengatakan, telah menceritakan kepadaku Asim ibnu Hakim, dari Abu Sari' At-Ta-i,dari Ubaid ibnu Ya'la yang mengatakan bahwa sesungguhnya al-haba itu adalah debu yang diterbangkan oleh angin.
Kesimpulan dari semua pendapat di atas mengisyaratkan kepada makna yang dikandung oleh ayat. Demikian itu karena mereka telah melakukan banyak amal perbuatan yang menurut dugaan mereka benar. Tetapi ketika ditampilkan di hadapan Raja, Hakim Yang Mahaadil, yang tidak pernah kelewat batas dan tidak pernah menganiaya seseorang (Dialah Allah), ternyata kosong belaka, tiada artinya sama sekali. Kemudian hal itu diumpamakan dengan sesuatu yang tiada artinya lagi berserakan, yang oleh pemiliknya tidak ada artinya sama sekali. Hal yang sama telah diungkapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui firman-Nya:
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras.
(Q.S. Ibrahim: 18), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan.
(Q.S.Al Baqarah: 264)
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
mereka benar. Tetapi ketika ditampilkan di hadapan Raja, Hakim Yang Mahaadil, yang tidak pernah kelewat batas dan tidak pernah menganiaya seseorang (Dialah Allah), ternyata kosong belaka, tiada artinya sama sekali. Kemudian hal itu diumpamakan dengan sesuatu yang tiada artinya lagi berserakan, yang oleh pemiliknya tidak ada artinya sama sekali. Hal yang sama telah diungkapkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui firman-Nya:
مَثَلُ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ أَعْمَالُهُمْ كَرَمَادٍ اشْتَدَّتْ بِهِ الرِّيحُ
Orang-orang yang kafir kepada Tuhannya, amalan-amalan mereka adalah seperti abu yang ditiup angin dengan keras.
(Q.S. Ibrahim: 18), hingga akhir ayat.
Dan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُبْطِلُوا صَدَقَاتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأذَى كَالَّذِي يُنْفِقُ مَالَهُ رِئَاءَ النَّاسِ وَلا يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ صَفْوَانٍ عَلَيْهِ تُرَابٌ فَأَصَابَهُ وَابِلٌ فَتَرَكَهُ صَلْدًا لَا يَقْدِرُونَ عَلَى شَيْءٍ مِمَّا كَسَبُوا}
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan Dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah Dia bersih (tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan.
(Q.S.Al Baqarah: 264)
Juga firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
{وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاءً حَتَّى إِذَا جَاءَهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئًا}
Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang- orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya sesuatu apa pun.
(Q.S.An-Nur: 39)
Wa llahu Alam bhis showab
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
➖➖➖
TIM MUSYAWIRIN
MUSHOHIH
Ustadz Abu Siman
Ustadz Hosiyanto Ilyas S.Pd.I.
Ustadz M.Hasyim S.Pd.I.
Ustadz Jalaluddin Suyuti
Ustadz Abdha' Mukhtar S.H.
Ustadz Aby Hadi
Ustadz Muhammad Sholehuddin
Ustadzah Aulya al zahra M.Pd.
Ustadzah Rabi'ah al dawiyah
PENULIS DAN PERUMUS REDAKSI
Ustadz Abu Siman
Ustadz Saifuddin
PENANGGUNG JAWAB
Uztadzah Hj Dinda Dzulaeha
Komentar