BOLEHKAN DOKTER MENYENTUH & MELIHAT AURAT PASEIN LAWAN JENIS
TANYA JAWAB FIQIH & AQIDAH
Sail : @ Ervina
Deskripsi masalah
Dalam ilmu medis atau dokter itu ada bagian bagiannya seperti :ahli bedah sehingga mereka yang bersangkutan ketika melaksanakan pembedahan mereka sering dihadapkan dengan pasien yang lawan jenis.
Pertamyaan
Assalamualaikum ustadz wa ustadzah saya mau tanya
Bagaimana hukum memandang lawan jenis ustadz ?
Bagaimana hukum bersentuhan dg lawan jenis, seperti tenaga para medis yang perlu menyentuh pasiennya ?
➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖
Jawaban :
Wa'alaikumusalam warohmatulloh wa barakatuh
Boleh
Hukum nya di Tafshil:
1. Kondisinya terpaksa, sementara tidak ada dokter lain yang tunggal jenis kelamin di wilayahnya atau wilayah terdekat dengannya
2. Ketika pasien lawan jenis diperiksa, maka ia harus ditemani perempuan lain atau orang yang menjadi
mahramnya, suami/istrinya, atau sayyid-nya (tuannya bila pasien adalah hamba sahaya,
3. Aurat yang boleh dibuka dan dipegang adalah sekadar yang diperlukan untuk keperluan pemeriksaan
4. Bila terpaksa harus ke dokter lain jenis, maka harus diupayakan terlebih dulu dokternya adalah seorang yang muslim yang bisa dipercaya untuk pasien perempuan, dan dokter muslimah yang bisa dipercaya untuk pasien kaum laki-laki. Dan bila tetap ia tidak menjumpai, maka boleh ke kafir dzimmy dengan syarat bisa dipercaya juga aman dari fitnah.
Reperensi
keterangan dari kitab Hâsyiyah al-Bâjury, antara lain sebagai berikut:
فيجوز نظر الطبيب من الاجنبية الى المواضع التي يحتاج اليها في المداوة حتى مداوة الفرج ويكون ذلك بحضور محرم اوزوج اوسيد وأن لاتكون هناك امرأة تعاجلها
Artinya: “Hukumnya boleh, melihatnya dokter ke perempuan bukan mahram pada anggota badan yang dibutuhkan untuk pengobatan, bahkan di area farji. Namun demikian itu (harus) disertai kehadiran mahram, suami, atau sayid, [dengan catatan] jika tidak dijumpai adanya perempuan yang bisa mengobatinya.”
(Burhanuddin Abu Ishaq Ibrahim bin Muhammad bin Ahmad Al-Bajuri, Hâsyiyah al Bâjury ‘alâ Sharhi al-Allaâmah Ibni Qâsiīm al-Ghâzi ‘alâ Matni Abī Shujjâ’, Beirut, Dâru al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1999, Juz 2, halaman 99)
Adapun tentang kebolehan menyentuh, memeriksa pasien, berobat ke dokter lawan jenis yang muslim dan bila dalam kondisi sangat terpaksa ke dokter golongan dzimmi, kita bisa ambil keterangan berikut:
ذهب جمهور الفقهاء إلى أنه يجوز عند الحاجة الملجئة كشف العورة من الرجل أو المرأة لأي من جنسهما أو من الجنس الآخر. وقالوا: .......ويجوز للطبيب المسلم إن لم توجد طبيبة أن يداوي المريضة الأجنبية المسلمة, وينظر منها ويلمس ما تلجئ الحاجة إلى نظره أو لمسه فإن لم توجد طبيبة ولاطبيب مسلم جاز للطبيب الذمي
ذلك.
Artinya:Jumhur fuqaha’
berpendapat bahwasannya boleh bagi dokter ketika adanya hajat yang mendesak untuk membuka aurat pasien baik laki-laki maupun perempuan, baik yang berjenis kelamin sama dengannya atau berjenis kelamin berbeda. Para fuqaha’ selanjutnya berpendapat: .....boleh bagi seorang dokter muslim jika tidak ditemukan dokter perempuan untuk mengobati pasien wanita ajnabiyah yang muslim, serta melihatnya dan menyentuhnya sekedar hajar kebutuhan yang mendesak, dengan catatan jika tidak ditemukan adanya dokter perempuan. Dan dalam kondisi ketiadaan dokter muslim, boleh periksa ke dokter dzimmy.” (
Wazâratu al-auqâf wa al-Syu-ûn al-Islamiyyah, al-Mausûatu al-Fiqhiyah, Kuwait, ‘Umûm-Ghīlah, 1994, Juz 31, halaman, 56
Di dlm kitab Khatib Al-Syarbini dalam Mughnil Muhtaj jld 3 hal 180 ada menyatakan tentang melihat dan menyentuh lawan jenis👇
(واعلم أن ما تقدم من حرمة النظر والمس، هو حيث لا حاجة إليهما، وأما عند الحاجة، فالنظر والمس مباحان لفصد، وحجامة، وعلاج، ولو في فرج للحاجة الملجئة إلى ذلك، لأن في التحريم حرجاً، فللرجل مداواة المرأة وعكسه، وليكن ذلك بحضرة محرم، أو زوج... ويشترط عدم امرأة يمكنها تعاطي ذلك من امرأة، وعكسه...
ولو لم نجد لعلاج المرأة إلا كافرة ومسلماً، فالظاهر كما قال الأذرعي: أن الكافرة تقدم، لأن نظرها ومسها أخف من الرجل.
إلى أن قال: ويعتبر في النظر إلى الوجه والكفين مطلق الحاجة، وفي غيرهما عدا السوأتين تأكدها... وفي السوأتين مزيد تأكدها بأن لا يعد التكشف بسببها هتكاً للمروءة، كما نقلاه عن الغزالي وأقراه). انتهى
Artinya: Penjelasan haramnya melihat dan menyentuh (lawan jenis) itu apabila tidak ada kebutuhan. Apabila diperlukan maka melihat dan menyentuh itu boleh dilakukan seperti fashad, bekam, dan pengobatan walaupun pada kemaluan karena kebutuhan mendesak dst. Karena dalam keharaman itu ada dosa, maka laki-laki boleh mengobati wanita dan sebaliknya dengan syarat hal ini dilakukan dengan ditemani mahramnya, atau suami ... Dan disyaratkan tidak adanya wanita yang dapat mengobati sesama wanita dan sebaliknya. Apabila untuk mengobati wanita hanya ada wanita non-muslim dan pria muslim, maka sebagaimana dikatakan Al-Adzra'i, dokter/perawat wanita didahulukan karena pandangan dan sentuhan perempuan (pada pasien wanita) itu lebih ringan dibanding laki-laki. Adzra'i berkata: Melihat wajah dan kedua telapak tangan wanita hanya dilakukan untuk kebutuhan. Melihat selain wajah dan telapak tangan wanita (selain kemaluan) karena kebutuhan yang lebih besar... dan melihat kemaluan itu boleh dilakukan karena kebutuhan yang lebih besar lagi. Oleh karena itu membuka aurat karena darurat tidak dianggap merusak muru'ah (harga diri) sebagaimana pendapat yang dinukil dari Imam Ghazali.
تحفة المحتاج في شرح المنهاج 29/ 262
( وَيُبَاحَانِ ) أَيْ النَّظَرُ وَالْمَسُّ ( لِفَصْدٍ وَحِجَامَةٍ وَعِلَاجٍ ) لِلْحَاجَةِ لَكِنْ بِحَضْرَةِ مَانِعِ خَلْوَةٍ كَمَحْرَمٍ ، أَوْ زَوْجٍ أَوْ امْرَأَةٍ ثِقَةٍ لِحِلِّ خَلْوَةِ رَجُلٍ بِامْرَأَتَيْنِ ثِقَتَيْنِ يَحْتَشِمُهُمَا وَلَيْسَ الْأَمْرَدَانِ كَالْمَرْأَتَيْنِ خِلَافًا لِمَنْ بَحَثَهُ ؛ لِأَنَّ مَا عَلَّلُوا بِهِ فِيهِمَا مِنْ اسْتِحْيَاءِ كُلٍّ بِحَضْرَةِ الْأُخْرَى لَا يَأْتِي فِي الْأَمْرَدَيْنِ كَمَا صَرَّحُوا بِهِ فِي الرَّجُلَيْنِ وَبِشَرْطِ عَدَمِ امْرَأَةٍ تُحْسِنُ ذَلِكَ كَعَكْسِهِ ، وَأَنْ لَا يَكُونَ غَيْرَ أَمِينٍ مَعَ وُجُودِ أَمِينٍ وَلَا ذِمِّيًّا مَعَ وُجُودِ مُسْلِمٍ ، أَوْ ذِمِّيَّةٍ مَعَ وُجُودِ مُسْلِمَةٍ وَبَحَثَ الْبُلْقِينِيُّ أَنَّهُ يُقَدَّمُ فِي الْمَرْأَةِ مُسْلِمَةٌ فَصَبِيٌّ مُسْلِمٌ غَيْرُ مُرَاهِقٍ فَمُرَاهِقٌ فَكَافِرٌ غَيْرُ مُرَاهِقٍ فَمُرَاهِقٌ فَامْرَأَةٌ كَافِرَةٌ فَمَحْرَمٌ مُسْلِمٌ فَمَحْرَمٌ كَافِرٌ فَأَجْنَبِيٌّ مُسْلِمٌ فَكَافِرٌ ا هـ
Dalam keterangan ibarat di atas, yaitu dalam kita Tuhfah al Muhtaj fi Syarhi al Manhaj juz 29 halaman 262, bahwa diperbolehkan laki-laki dan perempuan melihat dan memegang jika hal itu masuk dalam lingkup bekam, cantuk dan berobat karena dikategorikan kebutuhan, akan tetapi dengan syarat menghadirkan pencegah terjadinya khalwat seperti mahram, suami, dan perempuan yang terpercaya untuk mengindentifikasi hal-hal yang diharamkan antara dokter dan pasien.
, para ulama berpendapat boleh dokter melihat aurat perempuan bukan mahram untuk mengobatinya.
Karena itu dalam kitab Syarh ‘Uqud al-Lujain fi Bayani Huquq al-Zaujain, dikatakan
ويجوز النظر إلىالأجنبية ومسّها للمداواة في المواضع التي يحتاج إليها ولو فرجا، بشرط حضور من يمنع الخلوة من محرم ونحوه، وبشرط فقد جنس معالج
Artinya: Boleh melihat ajnabiyyah/ perempuan asing dalam keperluan pengobatan, pada anggota badan yang sedang di obati walaupun kemaluannya, dengan syarat dihadiri mahramnya dan tidak ada dokter atau tabib perempuan.
Kebolehan tersebut sesuai dengan kaidah dalam ushul fiqh yang menyatakan al-dharuratu tubihul mahzhurat bahwa keadaan darurat membolehkan perkara terlarang.
Kesimpulan di atas
Dari keterangan di atas, intinya adalah sesuai dengan kadar kebutuhan. Dokter harus professional dengan porsi sesuai dengan kode etik profesi dibarengi dengan pengetahuan hukum tentang mahram agar sadar batas.
Wa llahu Alam Bhis showab
________________-_________
TIM MUSYAWIRIN
MUSHOHIH
Ustadz Abu Siman
Ustadz Hosiyanto Ilyas S.Pd.I.
Ustadz M.Hasyim S.Pd.I.
Ustadz Jalaluddin Suyuti
Ustadz Abdha' Mukhtar S.H.
Ustadz Aby Hadi
Ustadz Muhammad Sholehuddin
Ustadzah Aulya al zahra M.Pd.
Ustadzah Susanti
Ustadzah Rabi'ah al dawiyah
PENULIS DAN PERUMUS REDAKSI
Ustadz Abu Siman
Ustadz Saifuddin
PENANGGUNG JAWAB
Uztadzah Hj. Dinda Zulaikh
Komentar